Nama : Hanuf Riris Pratiwi
NPM
: 23216207
Kelas : 2EB05
Dengan kekayaan
hutan yang melimpah, Finlandia tampil sebagai salah satu negara Eropa paling
maju dalam industri berbasis hasil hutan. Melalui koperasi, industri hutan di
negeri ini sebagian besar melibatkan masyarakat.
Menyebut
Finlandia, orang mungkin akan segera melekatkannya dengan hape merek Nokia yang
memang sudah sangat mendunia. Padahal, sejatinya, struktur industri negara yang
masuk rumpun Skandinavia itu, secara tradisional didominasi oleh produksi
berbasis hasil hutan. Sejak 1990-an, struktur itu memang mulai berubah dengan
tampilnya industri elektronik, yang melambungkan Nokia sebagai ikonnya.
Tapi, industri
hutan masih mengkontribusi sekitar 25 persen dari total ekspor negara
berpenduduk lima juta jiwa itu. “Secara tradisional, kami memang hidup dari
hutan. Meskipun sekarang kami dapat menambahkan pada Nokia,” ujar Jyrki
Vesikansa dari Departemen Luar Negeri Finlandia.
Ratusan tahun
sebelum memproklamasikan diri sebagai negara merdeka dari kolonialisme Rusia
pada 6 Desember 1917, penduduk Finlandia memang sudah akrab dengan hasil hutan,
sebagai sumber nafkah. Kesadaran yang tinggi terhadap pentingnya hutan, telah
membuat penduduk Finlandia sangat peduli terhadap kelestariannya. Meskipun
telah dieksploitasi sebagai industri, hutan Finlandia tidak banyak penyusut.
Sampai sekarang, kawasan hutan masih sekitar 70 persen dari total daratan yang
seluas 330.000 km2.
Industrialisasi
sangat terarah pada eksploitasi untuk memperoleh nilai tambah hasil hutan, yang
dilakukan sejalan dengan proses reboisasi secara terencana. Hasilnya, bukan
mampu menciptakan kemakmuran bagi masyarakatnya, ekonomi Finlandia juga banyak
terdongkrak oleh perolehan devisa ekspor berbagai produk hasil hutan.
Di samping
industrialisasi yang berjalan baik, kemakmuran masyarakat, terutama yang
bermata-pencaharian di sektor kehutanan, juga sangat ditentukan oleh hadirnya
koperasi. Lazimnya negara Eropa yang menganut ekonomi liberal, tentu saja ada
perusahaan swasta yang bermain dalam industri hasil hutan di Finlandia. Namun,
keberadaan koperasi tak tergoyahkan, hingga masuk dalam daftar empat besar
pelaku industri hasil hutan Finlandia, dengan skala bisnis yang sudah
mengglobal.
Masyarakat
pemilik dan penggarap lahan hutan di Finlandia, membentuk koperasi pada 1947.
Namanya Metsaliitto Cooperative, atau Metsaliitto Osuuskunta. Namun embrionya
sudah ada sejak 1937. Saat itu, mereka mendirikan Metsaliitto Oy, yang sistem
kerjanya sama persis dengan koperasi, namun masih terbatas pada kegiatan
penjualan bersama kayu yang dihasilkan ke luar Finlandia.
Setelah berubah
menjadi koperasi, kegiatan bisnis Metsaliitto menjadi semakin luas. Sebagian
kayu yang dihasilkan anggota, tidak lagi dijual dalam bentuk gelondongan,
tetapi juga diolah menjadi berbagai jenis produk jadi. Pada tahun pertama
berdirinya, Metsaliitto Cooperative sudah mampu menghimpun 33 ribu anggota,
dengan total luas lahan hutan mencapai 1,7 juta hektar.
Langkah besar
dalam pengolahan kayu, dimulai pada 1953. Ketika itu, koperasi sudah mampu
memproduksi pulp, kertas dan tripleks. Agar kegiatan produksi ini bisa
dilakukan secara lebih khusus, koperasi mendirikan perusahaan bernama
Metsaliitto Sellulosa Oy.
Selanjutnya,
koperasi membentuk sejumlah perusahaan lagi, untuk mengepakkan sayap usaha.
Langkah ini berlangsung selama periode 1960-an sampai 1980-an.
Namun, peristiwa
paling bersejarah terjadi pada 1987, ketika tiga perusahaan koperasi, melakukan
merger, yaitu G.A. Serlachius Oy, Metsaliitto Oy dan Metsa-Serla, sehingga
membentuk kekuatan raksasa. Peristiwa penting lain terjadi pada 1992, saat
dibentuk Metsaliitto Group, yang sampai sekarang menjadi industri hasil hutan
terbesar di Finlandia, dengan wilayah usaha lintas negara.
Secara
keseluruhan Metsaliitto Group rata-rata menghasilkan kayu sebanyak 36 juta
kubik setiap tahun, yang dipasarkan ke berbagai negara Eropa Barat. Kayu-kayu
tersebut, sebagian besar dipasok oleh anggota Metsaliitto Cooperative.
Sepanjang 2007, penjualan kayu mencapai rekor 1,7 miliar Euro.
Sedangkan
produksi kayu olahan, mencapai 6 juta kubik pertahun, dan mencetak angka 1,4
miliar Euro, dengan sasaran penjualan sampai ke 20 negara, melibatkan 4.500
tenaga kerja. Untuk pulp (bahan baku kertas), yang diproduksi Oy Metsa-Botnia
Ab, tercatat sebagai yang terbesar kedua di Eropa. Perusahaan ini memiliki
empat pabrik di Finlandia dan satu di Uruguay, dengan total produksi mencapai
13,5 meter kubik per tahun serta melibatkan 2 ribu karyawan.
Perusahaan
lainnya, M-real Corporation, ada dalam deretan terdepan industri papan dan
kertas di Eropa. Perusahaan yang tercatat di OMX Nordic Exchange Helsinki ini,
pada 2007 mencetak penjualan sampai 4,4 juta Euro. Dengan dukungan 9.500
karyawan, produksi M-real Corporation menghabiskan kayu gelondongan 2,7 juta
meter kubik per tahun.
Produk lain
berupa tisu dan kerta makanan, dihasilkan perusahaan lain bernama Metsa Tissue
Corporation. Dengan penjualan mencapai 900 juta Euro (2007), perusahaan ini
memimpin pasar tisu di kawasan Eropa. Selain di Finlandia, pabriknya tersebar
di Jerman, Polandia, Slovakia dan Swedia.
Kesinambungan Bisnis
Sejatinya, tidak
mudah mengembangkan bisnis di sektor kehutanan, yang sangat sensitife dengan
isu kerusakan lingkungan. Terlebih di Eropa, yang masyarakatnya sudah sangat
kritis. Namun, sejauh ini, Metsaliitto Cooperative tidak pernah tersandung
masalah lingkungan. Finlandia sendiri, dikenal sebagai negara yang paling apik
dalam pemeliharaan hutannya.
Metsaliitto
Cooperative sejak awal memang memiliki prinsip yang sangat keras digariskan,
yaitu selalu menyeimbangkan kegiatan eksploitasi hutan dan pemeliharaannya.
Langkah ini sangat penting untuk pengembangan perusahaan secara berkelanjutan.
Saat ini,
Metsaliitto Cooperative bahkan menjadi anggota World Business Council for
Sustainable Development (WBCSD). Lembaga ini beranggotakan 200 perusahaan
multinasional, yang mempunyai komitmen besar terhadap pembangunan berkelanjutan
melalui tiga pilar utama, yiatu pertumbuhan ekonomi, keseimbangan ekologi, dan
pengembangan masyarakat.
Metsaliitto
Cooperative, yang memiliki 130 ribu anggota, juga menjadi penyokong aktif
pelaksanaan sepuluh prinsip The Global Compact, yang konsen pada hak asasi
manusia, perburuhan, lingkungan hidup dan gerakan anti korupsi. Di level dunia
Metsaliitto Cooperative masuk dalam jajaran lima besar indsutri pengolah hasil
hutan. (Husni Rasyad)
Kesimpulan :
Dengan kekayaan hutan yang melimpah, Finlandia tampil sebagai
salah satu negara Eropa paling maju dalam industri berbasis hasil hutan.
Melalui koperasi, industri hutan di negeri ini sebagian besar melibatkan
masyarakat. Di samping industrialisasi yang berjalan baik, kemakmuran
masyarakat, terutama yang bermata-pencaharian di sektor kehutanan, juga sangat
ditentukan oleh hadirnya koperasi.
Masyarakat pemilik dan penggarap lahan hutan di Finlandia,
membentuk koperasi pada 1947. Namanya Metsaliitto Cooperative, atau Metsaliitto
Osuuskunta. Namun embrionya sudah ada sejak 1937. Setelah berubah menjadi
koperasi, kegiatan bisnis Metsaliitto menjadi semakin luas.
Metsaliitto Cooperative sejak awal memang memiliki prinsip
yang sangat keras digariskan, yaitu selalu menyeimbangkan kegiatan eksploitasi
hutan dan pemeliharaannya. Langkah ini sangat penting untuk pengembangan
perusahaan secara berkelanjutan. Saat ini, Metsaliitto Cooperative
bahkan menjadi anggota World Business Council for Sustainable Development
(WBCSD).
Sumber :
http://majidnanlohy.blogspot.co.id/2009/05/metsaliitto-cooperative-finlandian.html